Post pada 08 Jul 2024
Hai Bunda, di era media sosial ini, kita dengan mudahnya ‘beropini’ dan menyimpulkan apa yang kita lihat, terkadang dengan dalih perhatian. Namun, di balik niat baik, sering kali komentar yang dilontarkan justru menghakimi dan memberi nasihat seolah-olah paling memahami keadaan dan kebutuhan orang lain. Hal ini, terutama sering dialami oleh para Bunda.
Di balik keputusan-keputusan yang Bunda ambil untuk buah hati, tak jarang Bunda menerima kritik pedas, bahkan dari keluarga sendiri. Kalimat-kalimat seperti “Anaknya masih bayi tapi sudah ditinggal bekerja. Penting banget ya pekerjaannya hingga tega mengabaikan anaknya sendiri?” atau “Apa dia nggak mau kasih ASI sih, bayi masih merah gitu sudah diberi susu formula. Malas banget jadi ibu, menyusui saja tidak mau.” sering kali terlontar, menyakiti hati dan membuat Bunda merasa dihakimi.
Berdasarkan survei BukaReview pada tahun 2021, 88% Ibu Milenial dan Gen Z mengalami mom shaming.
Kenyataan pahit ini menunjukkan bahwa mommy shaming semakin marak terjadi, dan efeknya pun tak main-main. Psikologis Bunda bisa terganggu, merasa insecure, tak nyaman, bahkan merasa diri tidak pantas menjadi seorang ibu.
Padahal, yang Bunda butuhkan adalah dukungan atas pilihannya. Bunda adalah individu yang paling memahami kebutuhan buah hatinya dan tahu yang terbaik untuk anaknya.
Mom shaming adalah komentar atau kritik yang bertujuan mempermalukan, merendahkan, menghina, atau bahkan menyakiti perasaan seorang ibu. Kritik ini bisa datang dari siapa saja, lho, Bunda. Bisa dari keluarga, teman, bahkan orang asing di media sosial.
Tak hanya ibu rumah tangga, Bunda yang bekerja pun kerap menjadi sasaran empuk mom shaming. Alasannya beragam, mulai dari dianggap mengabaikan anak hingga dituduh tidak sayang pada Si Kecil.
Survei menunjukkan bahwa pelaku mommy shaming terbanyak adalah orangtua kandung, lho, Bunda! Disusul suami, mertua, teman, petugas kesehatan, hingga komentar orang lain di media sosial.
Topik yang sering dijadikan bahan mom shaming pun beragam, Bunda. Mulai dari asupan makanan anak, pemilihan susu formula atau ASI, metode mendisiplinkan anak, hingga tumbuh kembang, kebiasaan tidur, keamanan anak, penampilan tubuh Bunda dan anak, dan, pola asuh anak serta cara Bunda mendidik dan merawat Si Kecil.
Pernahkah Bunda mendengar komentar pedas atau kritik yang merendahkan atas pilihan Bunda dalam mengasuh anak? Jika ya, Bunda mungkin telah mengalami mom shaming.
Perilaku verbal bullying dengan mengkritik atau memberi komentar negatif yang bertujuan untuk mempermalukan, merendahkan, atau bahkan menyakiti perasaan seorang ibu ini, bisa dilakukan secara sengaja atau tidak disengaja, dan bisa datang dari siapa saja, lho, Bunda.
Bagaimana cara mengetahui apakah Bunda pernah mengalami mommy shaming? Berikut beberapa ciri-cirinya:
Mom shaming seringkali dianggap sebagai hal yang biasa, namun dampaknya bagi kesehatan mental dan emosional seorang ibu bisa sangat merusak. Padahal, menjaga kesehatan mental Bunda sangatlah penting..Mommy shaming bukanlah hal yang sepele, dampaknya bisa sangat besar bagi kesehatan Bunda dan hubungan dengan anak. Tindakan ini tidak hanya menyakiti hati Bunda, tapi juga dapat membawa dampak buruk yang mendalam.
Verbal bullying yang terus-menerus dapat membuat Bunda merasa tidak percaya diri. Kalimat-kalimat yang menyakitkan bisa mengganggu kesehatan mental Bunda, bahkan menyebabkan stres dan cemas berlebihan. Bunda mungkin merasa bahwa segala yang dilakukannya salah, dan hal ini dapat merusak kepercayaan diri Bunda.
Tekanan dari mommy shaming bisa membuat Bunda kehilangan fokus dan merasa tidak mampu. Bunda mungkin akan merasa bersalah dan menyalahkan diri sendiri, yang pada akhirnya dapat berujung pada depresi. Hal ini tidak hanya berdampak pada kesehatan mental Mama, tapi juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang si Kecil.
Bagi Bunda yang baru saja melahirkan, mommy shaming juga bisa menjadi pemicu baby blues dan postpartum depression. Rasa cemas dan stres akibat mom shaming dapat mempengaruhi kemampuan Bunda dalam mengasuh anak. Anak-anak bisa merasakan perubahan emosional Bunda, yang pada akhirnya juga mempengaruhi kondisi psikologis mereka.
Jangan biarkan komentar negatif orang lain mempengaruhi kebahagiaan dan kesehatan mental Bunda. Namun bila sampai kesehatan mental Bunda terganggu, simak beberapa tips menjaga kesehatan mental bagi ibu rumah tangga.
Mom shaming memang bisa mengganggu, tapi jangan khawatir Bunda, ada beberapa cara yang bisa membantu:
Jika Bunda mendapat komentar “pedas,” lebih baik tersenyum dan biarkan saja. Bunda tidak perlu meresponsnya. Berdebat atau mengonfirmasi komentar yang ditujukan pada Bunda hanya buang-buang waktu dan tidak mengubah tindakan pelaku mom shaming.
Boleh lho, Bunda menanggapi komentar pedas orang lain dengan menambahkan bumbu-bumbu humor. Ini bisa mencairkan suasana yang tegang juga, bukan?
Jika Bunda merasa tidak enak membiarkan masukan yang datang dari orang lain, coba beri respon netral. Misalkan, dengan mengucapkan terima kasih atas saran dan perhatian yang diberikan. Cara ini mungkin bisa menenangkan Bunda.
Cobalah untuk memahami latar belakang atau motivasi dari orang yang melakukan mom shaming. Terkadang, mereka mungkin memiliki keyakinan atau pengalaman yang berbeda, atau mereka mungkin mencoba menyampaikan perhatian dengan cara yang tidak tepat.
Jangan ragu untuk menetapkan batasan dengan orang-orang yang mencoba untuk melakukan mom shaming. Jika perlu, katakan dengan tegas bahwa Bunda tidak ingin mendengar kritik mereka atau topik tertentu di luar batas pembicaraan.
Ingat, Bunda adalah sosok ibu terbaik bagi anak Bunda. Percayalah dengan keputusan yang Bunda yakini adalah yang terbaik untuk anak dan Bunda, bukan apa yang orang lain yakini dan katakan soal apa yang seharusnya Bunda lakukan.
Suami adalah partner terbaik Bunda dalam mengasuh anak. Ceritakan kepada suami mengenai kegundahan Bunda karena menerima kritikan. Bisa jadi, suami memiliki sudut pandang yang lebih bijak untuk membantu Bunda menghadapi komentar tersebut. Komunikasi yang harmonis antara suami istri juga memiliki peran penting dalam tumbuh kembang anak.
Bunda juga bisa mencegah dampak membanding-bandingkan anak dengan mencari informasi sendiri atau bertanya pada ahlinya tentang suatu topik yang kerap menjadi bahan perbandingan.
Daripada memikirkan hal-hal yang bikin insecure dari orang lain, lebih baik fokus pada tumbuh kembang anak dan tujuan pola asuh yang Bunda tetapkan. Alih-alih mendengarkan komentar orang, lebih baik segeralah move on dan perhatikan hal lain. Bila perlu, Bunda juga bisa membuat boundaries tertentu untuk hal ini.
Mom shaming adalah perilaku yang tidak hanya menyakitkan, tetapi juga dapat berdampak negatif pada kesehatan mental para ibu. Perilaku ini tidak hanya merenggut rasa percaya diri, tapi juga dapat memicu stres, kecemasan, dan bahkan depresi.
Sudah saatnya kita menciptakan komunitas yang saling mendukung dan menghargai pilihan setiap ibu. Mari ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi para ibu untuk berbagi cerita dan pengalaman tanpa rasa takut dihakimi atau direndahkan.
Ingatlah, setiap ibu memiliki caranya sendiri dalam mengasuh anak. Tidak ada yang benar atau salah, yang terpenting adalah ibu merasa nyaman dan anak pun tumbuh dengan sehat dan bahagia.
Yuk, hentikan mom shaming! Mari ciptakan komunitas yang saling mendukung dan menghargai pilihan setiap Bunda.
Bunda, kamu tidak sendiri. Kamu adalah ibu yang hebat!