Post pada 04 Apr 2024
Mempunyai buah hati yang sehat dan normal adalah harapan setiap orang tua. Akan tetapi ada diantara buah hati yang mengalami Gangguan spektrum autisme (GSA) atau autis alias autisme yang berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya.
Sebagai orangtua kita harus lebih jeli mengamati tumbuh kembang si kecil agar bisa mendeteksi sejak dini apabila si kecil mengalami gejala autisme.
Autisme umumnya mulai terlihat jelas saat anak menginjak usia 1–2 tahun. Namun, penting bagi Bunda untuk mengetahui ciri-ciri autisme pada bayi sedini mungkin sehingga dapat segera mendapatkan intervensi yang dibutuhkan. Pasalnya, IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) mengungkapkan intervensi dini terbukti memberikan hasil yang lebih baik pada si Kecil.
Autisme disebabkan oleh banyak faktor, akan tetapi sampai saat ini penyebab pasti dari autisme belum diketahui.
Ada beberapa faktor yang diduga bisa menjadi pemicu autisme, seperti:
Salah satu faktor pemicu anak autis adalah usia Ibu saat Hamil. Semakin tua usia saat memiliki anak, semakin tinggi pula risiko memiliki anak autis. Wanita yang melahirkan di atas usia 40 tahun, berisiko melahirkan anak autis hingga 77 persen, bila dibandingkan melahirkan di bawah usia 25 tahun.
Dalam kasus kembar tidak identik, terdapat 0–31 persen kemungkinan autisme pada salah satu anak memengaruhi kembarannya juga mengalami autisme. Pengaruh ini akan semakin besar bila anak terlahir kembar identik.
Sekitar 2–18 orangtua dari anak dengan autisme akan berisiko memiliki anak kedua dengan gangguan yang sama.
Faktanya, anak laki-laki empat kali lebih berisiko mengalami autisme dibandingkan anak perempuan.
Autisme juga bisa dipicu oleh gangguan, seperti sindrom down, lumpuh otak, distrofi otot, hingga sindrom Rett.
Gangguan spektrum autisme (GSA) atau autis alias autisme adalah gangguan perkembangan spektrum otak yang menyebabkan anak mengalami kesulitan menjalin hubungan sosial-emosional.
Tanda-tanda autisme pada bayi tidak ditunjukkan dengan perubahan perilaku tidak terduga. Akan tetapi, gejalanya lebih condong kepada tidak tercapainya milestone perkembangan sosial-emosional sesuai dengan usianya, seperti:
Mulai dari usia 2 bulan, umumnya bayi sudah mampu mengenali wajah orang-orang disekitarnya dan mulai melakukan kontak mata.
Apabila usianya sudah 2 bulan atau lebih tapi masih menunjukkan maa tidak fokus untuk melakukan kontak mata, ini mungkin bisa menjadi salah satu pertanda kondisi autisme.
Umumnya bayi usia 4 bulan sudah bisa tersenyum, lalu ketika diajak bercanda, ia akan tertawa walaupun belum secara penuh.
Nah, kurangnya komunikasi nonverbal, seperti ekspresi wajah, dapat menjadi pertanda bahwa si Kecil mengalami keterlambatan perkembangan bahasa yang mungkin saja mengarah kepada kondisi autisme.
Pada bayi usia 6 bulan sudah bisa mengenali namanya dan memberikan respon ketika dipanggil. Apalagi ketika Bunda atau orang terdekatnya yang memanggilnya. Jika si Kecil tidak memberi respon ketika dipanggil, bisa jadi tanda atau ciri autisme pada bayi usia 6 bulan yang perlu Bunda perhatikan lebih dalam. Bunda dapat coba memanggilnya kembali dan melihat responnya.
Ketika berusia 12 bulan, bayi biasanya akan secara langsung melihat pada objek yang ditunjuk dan mengikuti ekspresi orang yang ada didekatnya. Ketika Bunda menunjukkan ekspresi tersenyum ia akan ikut tersenyum. Kalau Bunda tampak heran ia akan ikut membuat ekspresi wajah keheranan.
Lain halnya pada bayi dengan spektrum autisme. Ia cenderung akan mengabaikan Bunda, pengasuh, atau siapapun itu. Maka tidak heran jika hal ini sering membuat orang tua salah mengira si Kecil mengalami gangguan pada pendengarannya.
Bayi dengan autisme umumnya akan menunjukkan lebih sedikit gestur tubuh daripada bayi normal. Nah, pointing alias menunjuk menjadi gestur yang paling terdampak ketika si Kecil menderita autisme.
Berceloteh merupakan milestones yang sangat penting dalam tahap perkembangan bahasa bayi. Biasanya milestones ini tercapai saat si Kecil berusia 10 bulan. Pada usia ini, si Kecil akan berceloteh seolah mengajak bunda mengobrol.
Namun, pada bayi yang kelak terdiagnosa GSA, ia cenderung tidak terdengar seperti sedang ngobrol ketika berceloteh dan bahkan ada kasus dimana bayi bahkan tidak berceloteh sama sekali.
Menurut IDAI, bayi usia 16 bulan umumnya sudah mampu memproduksi beberapa kata yang berarti, bukan sekedar celotehan. Namun, bayi yang kelak terdiagnosa autisme umumnya belum bisa mencapai milestone ini. Speech delay pada anak dapat menjadi tanda atau ciri autisme pada bayi, namun tidak selalu itu penyebabnya ya Bunda. Bunda dan Ayah harus tetap memantau dan memastikan dengan ahlinya.
Pada usia 24 bulan, si Kecil akan mulai berbicara menggunakan 2 buah kata seperti, “Ayah Bunda”, atau, “Minum susu”. Namun, kata-kata yang diucapkan bukan hasil dari echoing.
Pasalnya, si Kecil yang berada dalam kondisi autis sering melakukan echoing, yaitu mengulang-ulang kata-kata yang mereka dengar dalam periode waktu yang panjang.
Contohnya saat mendengar Bunda mengatakan, “Bobo siang,” ia akan secara otomatis mengikuti kata-kata tersebut berulang kali.
Apabila pada usia 24 bulan si Kecil belum bisa berbicara secara mandiri menggunakan 2 kata, Bunda sebaiknya membawa si Kecil ke dokter spesialis anak untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut.
Bayi usia 12 hingga 24 tahun umumnya sudah bisa memahami perintah sederhana seperti, “Tolong bawakan sendoknya,” atau, “Berikan kue itu ke Papa.” Nah, bayi dengan spektrum autis umumnya masih kesulitan dalam memahami perintah tersebut.
Pada usia 15 hingga 24 bulan, sekitar 25% bayi yang terdiagnosa autis secara bertahap atau tiba-tiba kehilangan kemampuan berbahasa yang telah dikuasai. Selain itu, ia juga akan terlihat semakin menarik diri dari segala bentuk interaksi sosial.
Apabila si kecil menunjukan gejala atau ciri-ciri autisme seperti yang sudah dijelaskan di atas, Bunda bisa segera membawa si kecil untuk konsultasi dan diperiksa oleh Dokter spesialis anak.
Semoga beberapa informasi di atas bisa membantu Bunda mengenali gejala, tanda dan ciri-ciri autisme pada anak, agar bisa segera ditangani sejak dini.