Articles

Didik Rendah Hati Kunci Buah Hati Terhindar dari Ikut-ikutan Flexing

Post pada 30 Jun 2022

Pernah mendengar istilah flexing? Secara garis besar, istilah itu merujuk pada aktivitas pamer materi atau pencapaian. Bila dari sudut pandang ekonomi, flexing ini hampir sama dengan conspicuous consumption. Maksudnya, motif seseorang belanja barang mewah demi menunjukkan status atau kekuatan materinya.

Belakangan ini, flexing makin nyaring terdengar setelah ada segelintir orang pamer kekayaan di media sosial. Sebenarnya normal sih. Mengacu pada sebuah riset, menonjolkan diri sendiri ke orang lain memang terasa menyenangkan. Ini akan mendorong seseorang lebih percaya diri dan jauh dari rasa kesepian.

Menurut studi Irene Scopelliti yang dikutip TheCut, orang terdorong pamer di media sosial dengan niatan berbagi kabar baik dan merasa orang lain akan merasakan hal yang sama. Faktanya, niatan itu tak selamanya mulus karena ada potensi orang lain justru berpendapat sebaliknya.

Sebagian malah mencemooh sombong, dan cenderung melabeli yang hobi flexing sebagai sosok yang arogan. Artinya, justru orang yang hobi flexing akan mudah mendapat sorotan kritik, tuduhan negatif, sampai bilang tak tahu diri.

Dari sisi Psikologis, pada usia sekolah, anak mulai membangun konsep diri berdasarkan apa yang dikatakan oleh lingkungan. Pada usia ini anak rentan untuk melakukan pamer agar diakui oleh lingkungan, terutama anak yang merasa kurang dipenuhi kasih sayangnya dan merasa kurang berharga. Secara umum, rasa insecure tersebut mendorong seseorang untuk menonjolkan yang menurutnya unggul pada  orang lain agar timbul rasa berharga pada dirinya.

Maka itu, penting sekali sejak dini untuk mengarahkan anak agar lebih bijak dalam membicarakan pencapaian atau sesuatu yang dimiliki kepada orang lain. Memang, tidak ada larangan untuk bersikap flexing, tapi sesuatu yang berlebihan cenderung kurang baik.

Apa saja yang perlu dilakukan agar anak terhindar dari sikap suka pamer materi atau pencapaian yang dimilikinya? Berikut adalah penjelasan yang dipaparkan oleh Desti Apryanggun, M.Psi., Psikolog yang merupakan Psikolog dari Kalbu.life.

1. Bantu anak memilah kebutuhan vs keinginan

Orangtua bisa mengajarkan anak untuk memilah antara kebutuhan dan keinginan sehingga anak akan memilih sesuatu sesuai dengan “kebutuhannya”, bukan untuk memenuhi keinginannya. Bila anak terbiasa memenuhi setiap “keinginannya” maka anak rentan untuk bersikap pamer karena ingin egonya selalu dipuaskan.

2. Ajarkan anak untuk menghargai proses

Hargai setiap proses yang dilakukan oleh anak dimulai dari hal sederhana agar anak tidak berorientasi pada hasil melainkan usaha yang dilakukan saat berproses. Hal ini bisa menghindarkan anak dari sikap pamer karena dia terbiasa untuk melihat perjuangan yang sudah dilakukan seseorang secara positif.

Misalnya ketika anak sedang bermain puzzle tetapi belum berhasil menyelesaikannya, orangtua bisa mengapresiasi dengan mengatakan “Wah Adek sudah berusaha menyelesaikan puzzlenya sampai sejauh itu, hebat. Kalau adek masih kesusahan menyelesaikan sisanya tidak apa, tapi sambil dicoba pelan-pelan ya”.

Anak yang terbiasa melihat hasil biasanya lebih rentan untuk melakukan hal instan dalam mencapai sesuatu, dan biasanya bagaimanapun prosesnya yang terpenting hasilnya harus bagus agar bisa dipamerkan. Maka dari itu menghargai proses sangatlah penting.

3. Bangun empati anak

Orangtua bisa mendiskusikan dampak dari ucapan yang anak katakan pada orang lain ketika anak tampak ingin pamer, misal “Kalau kamu menunjukkan boneka barumu pada teman yang tidak punya, kira-kira bagaimana perasaannya ya?”. Empati menjadi kunci anak memahami orang lain. Artinya, anak akan mempertimbangkan apa manfaat memamerkan hal yang dimilikinya terutama kepada orang yang tidak punya.

4. Ajak anak untuk melakukan kegiatan sosial

Melakukan kegiatan sosial dengan berbagi merupakan contoh nyata yang bisa dilihat dan dirasakan langsung oleh anak. Dari berbagi ini bisa memunculkan rasa berdaya dan perasaan berharga pada diri anak. Saat anak merasa berharga, dia tidak perlu lagi mencari pengakuan dari luar agar dirinya disanjung.

Menumbuhkan rasa rendah hati bisa menghindarkan anak dari bersikap flexing dikemudian hari yang justru akan memantik masalah dalam hubungan sosial. Tapi yang paling penting adalah contoh nyata yang ditunjukkan oleh orangtua. Children see, children do.

Orangtua pun perlu menghindari gaya pamer ala flexing agar anak tidak meniru. Jangan lupa juga untuk menunjukkan apresiasi bila anak sudah mampu menumbuhkan rasa empati kepada orang lain. Apresiasi bisa diperlihatkan dalam banyak hal, misalnya dengan memberi ganjaran Pino Es Serut Buah. Minuman menyegarkan ini dapat menjadi media pujian kepada anak.

Jangan lupa untuk mengunjungi Tokopedia & Shopee UNIFAM Official Store untuk mendapatkan promo terbaik dari produk-produk UNIFAM.

Berita Terpopuler


Berita Terbaru


Bagikan Artikel