Post pada 03 Dec 2025
Libur sekolah sudah di depan mata, dan biasanya semua orang di rumah langsung semangat. Anak-anak ribut milih tempat main, Ayah sibuk lihat tanggal merah dan atur cuti. Tapi di balik kegembiraan itu, ada satu orang yang diam-diam sudah mulai pusing dari jauh-jauh hari. Bunda pasti tahu siapa orang itu.
Menjelang liburan, entah bagaimana, ibu selalu berubah jadi “otak utama” dari semua rencana keluarga. Mulai dari mikirin mau bawa baju berapa, snack apa yang aman buat anak, sampai menyusun jadwal yang tidak bikin anak cranky. Belum lagi memastikan perjalanan aman, tempat tujuan nyaman, dan semua orang tetap happy. Sementara yang lain fokus ke bagian seru-serunya, Bunda memikirkan detail produksi yang tidak terlihat tapi menentukan keberhasilan liburan.
Karena itulah, banyak ibu merasa liburan kadang bukan benar-benar liburan. Rasanya cuma memindahkan kerjaan rumah ke tempat lain dengan tantangan yang berbeda.
Di artikel ini, kita akan membahas apa yang bikin mental load ibu naik drastis setiap kali liburan sekolah mendekat, dan bagaimana cara mengelolanya agar Bunda bisa ikut menikmati liburan, bukan hanya mengurus liburannya.
Mental load adalah beban pikiran yang tidak terlihat, tapi terasa berat. Berbeda dari fisik, yang bisa diukur dari seberapa banyak Bunda berjalan atau beres-beres, mental load berasal dari proses memikirkan, merencanakan, mengantisipasi, dan memastikan semuanya berjalan dengan baik.
Menjelang liburan sekolah, mental load ini biasanya langsung naik beberapa level. Bukan karena Bunda suka ribet, tapi karena Bunda ingin semua orang nyaman. Ada beberapa penyebabnya:
Jika Ayah fokus pada “mau ke mana”, maka Bunda biasanya memikirkan “apa saja yang dibutuhkan untuk sampai ke sana”. Mulai dari booking, packing, budgeting, sampai manajemen ekspektasi anak-anak. Semua itu berkumpul menjadi satu di pikiran Bunda.
Contoh paling sederhana: Siapa yang memastikan camilan anak cukup selama perjalanan? Siapa yang ingat membawa obat-obatan? Siapa yang memikirkan outfit sesuai cuaca?
Hal-hal kecil ini sering tidak terlihat, tapi kalau Bunda lupa satu saja, semua bisa jadi ribet.
Semua orang mengharapkan liburan berjalan indah, penuh momen manis, dan minim drama. Tekanan untuk membuat “momen berharga” ini sering membebani ibu, karena ketika sesuatu tidak berjalan sesuai rencana, Bunda sering merasa itu salahnya.
Saat liburan, semua orang libur dari rutinitas. Tapi ibu? Tugas domestik yang mobile justru ikut pindah lokasi. Monitoring jam makan, mengatur transisi tidur, memastikan barang tidak tercecer, bahkan menenangkan anak yang lelah. Liburan tetap kerja, hanya tempatnya yang ganti.
Sebenarnya, apa sih yang umumnya dirasakan para Bunda ketika libur sekolah semakin dekat? Banyak ibu yang mulai merasakan campuran perasaan yang unik: antara excited karena akan quality time bareng keluarga, tapi juga mulai deg-degan karena kepala otomatis penuh dengan daftar panjang yang harus dipikirkan.
Mulai Dari memastikan semua kebutuhan anak aman, memprediksi situasi perjalanan, mengatur budget, sampai membayangkan kemungkinan drama kalau rencana tidak berjalan mulus. Perasaan antusias bercampur tegang ini sering muncul bersamaan, membuat Bunda seperti sudah “start duluan” dalam hal stres bahkan sebelum liburan dimulai.

Bunda sering berpikir jauh ke depan. Bagaimana kalau macet, bagaimana kalau anak mabuk perjalanan, bagaimana kalau hotel tidak nyaman, bagaimana kalau itinerary terlalu padat. Pikiran-pikiran ini wajar, tapi kalau menumpuk bisa membuat Bunda merasa lelah duluan bahkan sebelum berangkat.
Karena Bunda bukan hanya memikirkan barang dan jadwal, tapi juga mengelola emosi keluarga. Anak rewel, Ayah lelah, kondisi di luar rencana, semua itu sering berhenti di pundak Bunda.
Banyak ibu merasa bersalah kalau liburan tidak berjalan “sempurna”. Padahal, liburan yang baik bukan yang sempurna, tapi yang dinikmati.
Bahkan selama persiapan, fokus Bunda tersedot untuk orang-orang di rumah. Padahal Bunda juga butuh waktu menenangkan pikiran agar bisa menikmati liburan tanpa burnout.

Berikut strategi yang lebih realistis dan ramah untuk ibu-ibu muda supaya liburan tidak lagi hanya menyenangkan bagi keluarga, tapi juga bagi Bunda.
Bunda tidak harus membuat liburan yang “Instagrammable”. Cukup tentukan prioritas: apakah liburan kali ini mau fokus santai, eksplorasi, atau quality time? Dengan menetapkan satu tujuan utama, Bunda tidak perlu memikul semua kemungkinan skenario dalam kepala.
Misalnya, Bunda memutuskan liburan kali ini fokusnya santai di hotel atau rumah keluarga. Artinya, itinerary tidak perlu panjang dan detail. Atau kalau fokusnya eksplorasi, pastikan semua orang tahu bahwa jadwal agak padat, dan itu normal.
Makin jelas prioritas, makin sedikit beban mental.
Bunda bukan harus, dan tidak seharusnya, melakukan semuanya sendiri. Coba alihkan sebagian tanggung jawab kepada anggota keluarga lain:
Delegasi bukan berarti Bunda lemah. Delegasi justru menunjukkan bahwa keluarga berjalan sebagai tim.
Banyak mental load terjadi karena Bunda menyimpan semuanya di kepala. Padahal, saat semuanya ditulis, beban mental akan turun drastis.
Checklist packing, checklist obat-obatan, checklist konsumsi, checklist itinerary, taruh semua di satu tempat. Dengan checklist, Bunda tidak perlu mengingat terus-menerus. Ini membantu menghindari stres “takut ada yang lupa”.
Liburan dengan anak kecil berbeda dengan liburan zaman masih berdua. Jadi, susun rencana yang ramah anak dan ramah energi Bunda. Sisakan waktu jeda, jangan memaksakan terlalu banyak aktivitas dalam sehari. Ketika itinerary realistis, drama juga lebih mudah diminimalkan..
Ini sering terlupakan, tapi sangat membantu. Anak-anak bisa diajak memilih aktivitas, makanan, atau tempat yang ingin mereka kunjungi. Dengan begitu, ekspektasi mereka sudah terkelola sejak awal. Liburan jadi milik bersama, bukan hanya tanggung jawab Bunda.

Plan B tidak harus rumit. Bisa berupa aktivitas indoor saat cuaca tidak mendukung, atau tempat makan alternatif jika restoran ramai. Dengan punya cadangan rencana, Bunda tidak panik ketika situasi berubah.
Tidak semua momen harus mulus. Anak rewel? Wajar. Cuaca tidak sesuai rencana? Biasa. Foto keluarga tidak selalu rapi? Tidak apa-apa. Liburan yang berhasil adalah liburan yang tetap menyenangkan meski tidak sempurna.
Tekanan untuk membuat liburan “ideal” justru sering membuat Bunda kehilangan kesempatan menikmati momen apa adanya. Kadang, hal tak terduga justru jadi cerita paling lucu setelah pulang.
Bunda berhak untuk bilang lelah, minta jeda, atau minta bantuan. Ajak keluarga ngobrol sebelum berangkat. Katakan bahwa Bunda ingin liburan kali ini lebih tenang dan tidak ingin mengurus semuanya sendiri.
Komunikasi sejak awal akan membuat keluarga lebih peka dan lebih siap berkontribusi.
Meski hanya 15 menit per hari, itu tetap penting. Mungkin saat anak tidur siang, atau setelah makan malam. Gunakan waktu itu untuk hal-hal sederhana seperti mandi air hangat, minum teh, atau membaca buku. Ketika hati Bunda tenang, liburan juga terasa lebih ringan.
Setelah semua disiapkan, biarkan diri Bunda menikmati. Jangan terus-menerus mengecek apakah semua berjalan sesuai rencana. Kadang momen terbaik terjadi ketika rencana justru melenceng.
Bunda bukan sekadar pengatur acara yang bertugas memastikan semuanya rapi dan lancar. Bunda adalah bagian dari keluarga yang berhak menikmati setiap detik liburan, ikut tertawa, ikut santai, dan pulang dengan hati yang sama ringannya seperti anggota keluarga lainnya. Liburan bukan hanya untuk mereka, ini juga waktunya Bunda merasa lega, dihargai, dan benar-benar merasakan bahwa momen ini milik bersama.
Menjelang liburan sekolah, mental load ibu memang sering meningkat. Tapi Bunda tidak harus menjalani semuanya sendirian. Liburan adalah waktu keluarga, bukan waktu ibu bekerja lebih keras dari biasanya. Dengan menurunkan ekspektasi, mendelegasikan tugas, dan mengelola jadwal secara realistis, Bunda bisa menikmati masa liburan tanpa merasa seperti event organizer keluarga.
Karena pada akhirnya, liburan terbaik adalah ketika semua orang, termasuk Bunda, bisa pulang dengan hati yang lebih ringan.
Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa follow Instagram @Unifam.id untuk inspirasi parenting lainnya. Dan selalu pastikan membeli produk Unifam hanya di Toko Official Unifam di Shopee dan Tokopedia.




