Post pada 31 Mei 2023
Semua orangtua pasti menginginkan anak tumbuh sehat dengan statis gizi baik yang terpenuhi nutrisinya. Namun, bukan hanya ketersediaan bahan makanan tinggi nutrisi yang menjadi kendala terbesar orangtua, melainkan juga bagaimana respon dan penerimaan anak terhadap nutrisi yang didapatkan dari makanan. Dalam kata lain, tantangan terbesar selanjutnya adalah pola konsumsi anak.
Saat ini banyak masalah tumbuh kembang anak terjadi karena penolakan anak terhadap makanan atau picky eater. Jika dilihat lebih dalam membawa pertanyaan.
Bagaimana perkenalan dan pandangan anak terhadap makanan yang dikenalkan melalui orangtua?
Bagaimana proses anak mengenal makanan dan suasana makan ternyata berdampak besar terhadap kesuksesan pola makan anak?
Jadi kapan terakhir keluarga makan bersama dengan suasana yang menyenangkan serta mengkonsumsi makanan yang sama salam satu meja makan?
Berikut ada beberapa hal yang dapat merusak hubungan anak dengan makanan yang harus di hindari:
a. Memberi julukan khusus pada makanan
Makanan cepat saji itu buruk, membuat batuk. Mengkonsumsi minuman dingin dan ice cream menyebabkan batuk. Melakukan label pada makanan tidak akan membuat anak berhenti penasaran terhadap rasanya. Kecuali anak dalam kondisi alergi terhadap suatu bahan makanan. Maka mengenalkan makanan adalah kondisi terbaik untuk mengenalkan anak pada berbagai jenis dan olahan makanan.
Melarang terhadap jenis makanan tertentu justru meningkatkan jumlah konsumsi makanan tersebut saat larangan tidak berlaku.
Selain itu, melalui pola asuh Autoritatif, anak dan orang tua akan berperan menentukan aturan dan pilihan makanan. Tentunya akan membantu anak mengkonsumsi dalam sesuai kadarnya.
b. Menyuruh tanpa memberi contoh
Pola makan anak adalah cerminan pola makan keluarga. Sehingga memberikan contoh jenis, waktu, cara penerimaan makanan dan pemilihan jenis olahan makanan adalah perilaku yang ditiru oleh anak. Sebab anak adalah peniru yang ulung
c. Memberi panggilan khusus untuk ukuran tubuh
Pada masa pertumbuhan anak, memberi panggilan gemuk atau kurus akan memberikan efek psikologis bukan hanya terhadap anak. Namun juga terhadap orangtua. Stigma atau pandangan subjektif yang diberikan bukan oleh tenaga kesehatan tersebut dapat mempengaruhi praktik pemberian makan kepada anak. Sehingga rawan terjadinya pemaksaan makan atau pengurangan nutrisi ekstrem dalam keadaan makan yang tidak menyenangkan untuk anak. Memastikan tumbuh kembang optimal dan anak bertubuh sehat adalah tujuan utama dalam tahap perkembangan fisik dan mental anak.
d. Mengabaikan rasa kenyang dan lapar
Gagal memahami waktu lapar dan memaksakan makan saat anak sudah kenyang adalah pola keliru dalam responsif feeding rules. Greenspan dalam Waugh, Markham, Kreipe dan Walsh, mengungkapkan bahwa orangtua seringkali tidak memperhatikan tanda lapar dan kenyang yang ditampilkan anak, sehingga waktu pemberian makan dan porsi makanan ditentukan berdasarkan perkiraan keluarga. Tekanan yang dilakukan orangtua agar anak mau makan atau menghabiskan makanannya akan menggangu psikologis anak.
Ditulis oleh: Ahli Gizi dan Pakar Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Widya Fadila