Post pada 19 Jan 2022
Mungkin pernah mendengar istilah parental burnout? Istilah ini sering kali berkonotasi negatif lantaran bermakna suatu keadaan yang memicu masalah kelelahan dalam pengasuhan anak. Konteks kelelahan di sini terbilang kompleks, mulai dari fisik, mental sampai emosional.
Pada ujungnya, parental burnout akan membuat orangtua merasa minder lantaran meragukan kemampuan dapat memberikan yang terbaik untuk anak. Akhirnya, akan mudah memantik rasa frustasi dan stres.
Tentu saja situasi ini tak boleh dibiarkan berlarut-larut. Hal pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi apakah sudah mengalami parental burnout. Misalnya sudah merasakan lelah secara fisik dan mental. Bisa juga sulit mengontrol diri ke anak di mana rasa amarah mudah terpantik hanya masalah sepele.
Bila ini kurang disadari maka akan berefek negatif dalam membangun relasi dengan buah hati. Pertama, muncul rasa tak nyaman baik dari sisi orang tua maupun sang anak. Bahkan dapat pula melahirkan overthinking yang menyudutkan diri sendiri karena gagal mendampingi anak.
Akar dari masalah parental burnout adalah perlunya mengatur emosi harian. Langkah awal yang bisa dilakukan adalah mengatur rutinitas harian yang adaptif. Kalau perlu bisa dibantu dengan menyusun jadual harian sehingga dapat melihat dengan jelas apa saja yang perlu dikerjakan, didelegasikan, atau ditunda dulu.
Jadwal harian ini lebih difungsikan sebagai alat bantu menentukan prioritas. Kemudian yang tak kalah penting, jadwal ini akan memudahkan untuk memenuhi tujuan.
Berikutnya adalah menjaga gaya hidup. Utamanya di sini adalah memperhatikan makanan apa saja yang disantap. Ingat ya, 90 persen hormon kecemasan itu dari usus sehingga perlunya memilah-pilah makanan yang tidak memicu hormon kecemasan.
Oh ya, jangan lupakan me time. Sudah banyak studi ilmiah yang membuktikan me time bermanfaat untuk kesehatan. Me time alias menghabiskan waktu untuk diri sendiri adalah waktu yang tepat untuk menjaga jarak dulu dari pikiran yang menimbulkan beban.
Terakhir, penting juga memperkuat supporting system yang positif. Supporting system ini dapat berasal dari suami yang merupakan partner penting di rumah. Bukan hanya berbagi peran, tapi suami juga perlu informasi terkini seputar situasi di rumah.
Nah, semoga bermanfaat ya. Mengalami parental burnout itu sesuatu yang normal saja. Bila menggunakan sudut pandang positif, parental burnout itu dapat menjadi indikator perlunya penyegaran sesegera mungkin dalam membentuk pola pengasuhan ke buah hati tercinta. So, tak selamanya parental burnout selalu berkonotasi negatif, bukan?