Post pada 27 Agu 2025
Bunda, siapa sih yang tidak kagum dengan anak-anak Jepang? Mereka terkenal disiplin, mandiri, dan punya sopan santun yang luar biasa. Coba perhatikan, kita jarang sekali melihat anak-anak Jepang tantrum di tempat umum atau bersikap tidak sopan. Sejak usia dini, mereka sudah terbiasa naik transportasi umum sendiri, menjaga kebersihan, dan menghormati orang lain. Tentu saja, semua kebiasaan baik ini tidak muncul begitu saja. Ada rahasia besar di balik cara orang tua di Jepang mengasuh Si Kecil.
Kalau selama ini Bunda sering merasa kewalahan atau bingung dalam mendidik Si Kecil, mungkin sudah saatnya kita mengintip dan meniru gaya parenting dari Negeri Sakura. Pola asuh mereka tidak hanya membuat Si Kecil patuh, tapi juga membangun karakter yang kuat, mental yang tangguh, dan empati yang tinggi. Yuk, kita bedah satu per satu gaya parenting unik dan inspiratif ini, yang bisa Bunda terapkan di rumah.
Menariknya lagi, pola asuh di Jepang ini banyak mengajarkan kemandirian sejak usia dini tanpa meninggalkan sisi kelembutan. Anak-anak didorong untuk belajar dari pengalaman, bukan sekadar diberi perintah. Dari cara mereka merespons emosi anak sampai bagaimana mereka mengajarkan disiplin dengan penuh kesabaran, semuanya bisa jadi inspirasi yang menyegarkan untuk diterapkan dalam keluarga Bunda.
Berikut gaya pola asuh anak di Jepang yang bisa Bunda adaptasi di rumah :
Di balik kedisiplinan anak-anak Jepang, ada sebuah filosofi yang disebut “Mimamoru”. Secara harfiah, kata ini berarti “mengamati dengan hati”. Filosofi ini mengajarkan orang tua untuk memberikan ruang bagi Si Kecil untuk bereksplorasi dan belajar dari kesalahannya sendiri, tanpa terlalu cepat mengambil alih. Tugas Bunda di sini bukan menyelesaikan masalahnya, melainkan mengawasi dari jauh, siap memberikan dukungan saat dibutuhkan.
Ini adalah pendekatan yang sangat kontras dengan helicopter parenting, di mana orang tua cenderung terlalu melindungi dan ikut campur dalam setiap aspek kehidupan anak. Dengan Mimamoru, Bunda percaya bahwa Si Kecil memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tantangannya sendiri. Saat Si Kecil kesulitan memasang kancing baju atau merapikan mainannya, Bunda akan mengamati. Alih-alih langsung membantu, Bunda akan memberikan semangat dengan senyuman atau kata-kata penyemangat, membiarkan dia mencoba lagi dan lagi.
Beberapa hal positif yang bisa didapat dari filosofi Mimamoru :
Dengan Mimamoru, Si Kecil belajar bahwa dia adalah individu yang mampu. Dia tidak akan gampang menyerah karena terbiasa menghadapi kesulitan kecil sejak dini.
Ketika Si Kecil berhasil melakukan sesuatu yang sulit dengan usahanya sendiri, rasa bangga dan kepercayaan dirinya akan meningkat pesat. Ini adalah modal berharga untuk masa depannya.
Sejak kecil, Si Kecil diajarkan untuk berpikir kritis. Dia akan mencari cara lain jika satu cara gagal, yang merupakan keterampilan penting hingga dewasa nanti.
Dengan membiarkan Si Kecil belajar dari konsekuensi tindakannya, dia akan memahami bahwa dia bertanggung jawab penuh atas apa yang dia lakukan.
Filosofi Mimamoru ini mengajarkan Bunda untuk bersabar dan percaya pada potensi Si Kecil. Kurangi intervensi yang berlebihan dan berikan dia kesempatan untuk tumbuh dengan caranya sendiri.
Anak-anak Jepang dikenal sangat menghargai orang lain, dan ini berakar dari cara orang tua mereka membangun hubungan emosional yang kuat sejak dini. Orang tua di Jepang sangat fokus pada ikatan erat antara ibu dan anak, terutama di tahun-tahun pertama kehidupan Si Kecil. Mereka percaya bahwa kedekatan ini adalah kunci untuk membangun fondasi mental yang sehat dan stabil.
Para Bunda di Jepang tidak sungkan untuk memberikan pelukan, ciuman, dan menghabiskan waktu berkualitas bersama Si Kecil. Kedekatan fisik dan emosional ini membuat Si Kecil merasa aman dan nyaman, sehingga mereka tidak takut untuk mengekspresikan perasaannya.
Saat Si Kecil marah, sedih, atau kecewa, orang tua di Jepang tidak langsung memarahi. Mereka akan mendengarkan, membiarkan Si Kecil meluapkan emosinya hingga tuntas, dan baru setelah itu mengajaknya bicara baik-baik. Pendekatan ini membuat Si Kecil merasa dihargai dan belajar mengelola emosinya dengan sehat.
Orang tua sering kali mengaitkan perasaan Si Kecil dengan perasaan orang lain. Contohnya, “Kalau kamu mengambil mainan temanmu, dia pasti sedih, kan?” Cara ini menumbuhkan rasa empati yang tinggi dan membuat Si Kecil lebih peka terhadap lingkungan sekitarnya.
Orang tua di Jepang sangat menjaga privasi Si Kecil. Jika Si Kecil berbuat salah, mereka akan menegur di tempat yang lebih privat, jauh dari keramaian. Mereka tidak akan membicarakan kenakalan anak di depan tetangga atau orang lain. Ini dilakukan untuk melindungi harga diri Si Kecil agar tidak merasa malu atau dipermalukan di depan umum.
Pola asuh di Jepang sangat menekankan pada keteladanan. Mereka punya pepatah yang bilang, “Orang tua adalah panutan pertama bagi anak.” Bunda di Jepang sangat menyadari bahwa Si Kecil adalah peniru ulung. Apa yang mereka lihat, itulah yang akan mereka tiru.
Oleh karena itu, orang tua di Jepang tidak hanya sekadar memerintah, tapi mereka akan memberikan contoh langsung. Saat meminta Si Kecil merapikan mainan, mereka akan ikut merapikan bersama-sama. Saat mengajarkan tata krama, mereka juga menunjukkan sikap hormat kepada orang lain.
Jika Bunda ingin Si Kecil rajin membaca, luangkan waktu untuk membaca buku di depannya. Jika Bunda ingin Si Kecil terbiasa beres-beres, ajak dia membersihkan rumah bersama-sama. Si Kecil akan lebih mudah menyerap kebiasaan baik dengan melihat contoh nyata, daripada hanya mendengar omelan atau perintah.
Di banyak sekolah Jepang, tidak ada petugas kebersihan. Para siswa bertanggung jawab membersihkan ruang kelas, menyapu lantai, hingga membersihkan toilet secara bergiliran. Budaya ini menanamkan rasa tanggung jawab dan kebersamaan, yang dimulai dari rumah dengan mencontohkan orang tua yang juga bertanggung jawab pada tugas-tugas rumah tangga.
Sifat mandiri dan disiplin anak-anak Jepang adalah hasil dari kebiasaan yang ditanamkan sejak dini. Sejak kecil, mereka sudah diajarkan untuk melakukan tugas-tugas sederhana yang sesuai dengan usia mereka, seperti memakai sepatu sendiri, menyiapkan tas sekolah, hingga menggunakan transportasi umum tanpa didampingi.
Orang tua di Jepang sering kali membuat rutinitas harian yang terstruktur. Ini membantu Si Kecil merasa aman dan belajar mengatur waktu. Contohnya, waktu makan, waktu bermain, dan waktu tidur yang konsisten.
Anak-anak Jepang diajarkan untuk menjaga kebersihan dan kerapihan, tidak hanya di rumah, tetapi juga di sekolah dan tempat umum. Ini adalah bagian dari budaya menghormati orang lain.
Jika Si Kecil lupa membawa bekal sekolah, orang tua tidak akan langsung mengantarkan bekal tersebut. Mereka membiarkan Si Kecil merasakan konsekuensinya, sehingga di kemudian hari dia akan lebih teliti. Ini adalah cara mendidik yang efektif tanpa harus memarahi.
Jika Bunda sering mendengar kata “Ganbatte“, yang artinya “berusaha keras” atau “lakukan yang terbaik,” ini adalah salah satu kunci utama dalam pola asuh Jepang. Anak-anak diajarkan bahwa kerja keras dan ketekunan jauh lebih penting daripada bakat semata.
Filosofi ini menumbuhkan mental tangguh yang tidak mudah menyerah. Mereka punya pepatah terkenal, “Jatuh tujuh kali, bangkit delapan kali”. Ini adalah filosofi yang mirip dengan boneka Daruma, yang selalu bisa bangkit kembali saat dijatuhkan.
Alih-alih memuji Si Kecil dengan “Kamu pintar banget!”, orang tua di Jepang lebih sering memuji usahanya, seperti “Kamu sudah bekerja keras!” atau “Terus semangat ya!”. Pujian seperti ini mendorong motivasi internal Si Kecil untuk terus berusaha, bukan hanya untuk mendapat pengakuan dari orang lain.
Anak-anak Jepang diajarkan untuk tidak takut gagal. Mereka melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar dan menjadi lebih baik. Ini membentuk karakter yang kuat dan mental yang tidak mudah rapuh.
Bunda, gaya parenting di Jepang memang punya banyak poin positif yang bisa kita tiru. Dari filosofi Mimamoru yang melatih kemandirian, membangun kedekatan emosional, memberikan teladan, hingga menanamkan ketangguhan mental, semuanya bertujuan untuk membentuk karakter Si Kecil yang kuat, tangguh, dan punya bekal mental yang sehat untuk masa depannya.
Tentu saja, kita tidak bisa mengadopsi semua budaya Jepang mentah-mentah. Namun, poin-poin penting seperti “Mimamoru” dan “Ganbatte” bisa menjadi inspirasi berharga. Intinya adalah memberikan cinta, kepercayaan, dan dukungan penuh agar Si Kecil bisa tumbuh menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri.
Bunda bisa temukan artikel parenting lainnya di Instagram @Unifam.id. Dan pastinya, jangan lupa belanja produk-produk Unifam hanya di Toko Official Unifam di Shopee dan Tokopedia biar lebih aman dan pasti asli!